Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): “Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku.” (QS. Al-Isra: 2)
Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (QS. Al-Israa: 55)
Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi.” (QS. Maryam: 30)
Sebagai ummat Islam, kita harus beriman bahwa Allah menurunkan kitab Taurat kepada nabi Musa, menurunkan Zabur kepada nabi Daud, dan menurunkan Injil kepada nabi Isa ‘alayhimus salam. Namun saat ini, kitab orisinil dari ketiga kitab tersebut sudah tidak ada lagi. Inilah iman kita.
Ketika kita mengatakan bahwa Taurat, Zabur dan Injil yang ada sekarang tidak lagi orisinil, itu merupakan pernyatan iman yang benar. Tidak originalnya Taurat, Zabur, dan Injil yang ada sekarang ini pun diakui oleh para pakar Kristen.
Dr. R. Soedarmo menyatakan, “Dengan memandang bahwa Kitab Suci hanya catatan saja dari orang, maka diakui juga bahwa di dalam Kitab Suci mungkin sekali ada kesalahan.” (Ikhtisar Dogamtika, BPK Jakarta, 1965 hal. 47)
Dr. R. Soedarmo juga menyatakan, “Di dalam Perjanjian Baru pun ada kitab-kitab yang diragukan antara lain Surat Wahyu dan Yakobus yang disebut surat Jeram” (Ikhtisar Dogmatika, BPK Jakarta, 1965 hal. 49)
Dr.G.C Van Niftrik dan Dr. B.J Bolland berkata: “Kita tidak usah malu-malu, bahwa terdapat berbagai kekhilafan di dalam Alkitab; kekhilafan-kekhilafan tentang angka-angka perhitungan; tahun dan fakta. Dan tak perlu kita pertanggungjawabkan kekhilafan-kekhilafan itu pada caranya, isi Alkitab telah disampaikan kepada kita, sehingga kita akan dapat berkata: “Dalam naskah aslinya tentu tidak terdapat kesalahan-kesalahan, tetapi kekhilafan itu barulah kemudian terjadi di dalam turunan naskah itu. Isi Alkitab juga dalam bentuknya yang asli, telah datang kepada kita dengan perantaraan manusia” (Dogmatika Masa Kini, BPK Jakarta,1967, hal 298).
Dr. Mr D.C Mulder:
“Jadi benarlah Daud itu pengarang Mazmur yang 73 jumlahnya ? Hal itu belum tentu. Sudah beberapa kali kita menjumpai gejala bahasa orang Israel suka menggolongkan karangan-karangan di bawah nama orang yang termasyhur ……. Oleh karena itu tentu tidak mustahil pengumpulan¬pengumpulan mazmur-mazmur itu (atau orang-orang yang hidup lebih kemudian) memakai nama Daud, karena raja itu termasyhur sebagai pengarang mazmur-mazmur. Dengan kata lain perkataan, pemakaian nama Daud, Musa, Salomo itu merupakan tradisi kuno, yang patut diperhatikan, tetapi tradisi itu tidak mengikat” (Pembimbing ke Dalam Perjanjian Lama, BPK Jakarta, 1963 hal. 205).
DR. W. Graham Scroggie dari Institut Alkitab Moody, yaitu salah satu Misi Penyebaran Injil Kristen yang terkenal di dunia, menulis dalam bukunya, “Injil adalah karangan manusia, walaupun demikian ada orang yang terlalu fanatik buta -tanpa berpedoman kepada ilmu pengetahuan- menyangkal kenyataan ini. Kitab-kitab itu telah muncul melalui fikiran manusia, ditulis dalam bahasa manusia, diabadikan dengan tangan-tangan manusia dan memiliki gaya yang menunjukkan karakteristik manusia.”
Injil-injil yang ada sekarang ini bukan lagi Injil yang diturunkan Allah kepada nabi Isa. Injil-injil yang ada sekarang ini adalah Injil menurut Barnabas, Injil menurut Markus, Injil menurut Lukas, Injil menurut Mathius, Injil menurut Yohanes, Injil menurut Andreas, dsb. Artinya, injil-injil yang ada sekarang ini adalah murni karangan manusia. Kalau soal manusia-manusia tersebut mendapatkan inspirasi dari Tuhan, memangnya dari mana para penulis novel mendapatkan inspirasi? Siapa yang memberi saya inspirasi ketika menulis artikel ini?
Alkitab-alkitab dalam bahasa modern yang tersedia sekarang ini (Indonesia, Inggris, Belanda, Jerman, dan lain-lain sebagainya) adalah karya terjemahan. Para penerjemah atau organisasi yang menerbitkan karya terjemahan itu menyatakan bahwa naskah sumber bagi karya terjemahan itu adalah teks kitab suci “berbahasa asli”, yakni Ibrani untuk sebagian besar Perjanjian Lama, Aram untuk sebagian kecil Perjanjian Lama, dan Yunani untuk Perjanjian Baru. Apapun teks kitab suci berbahasa asli Alkitab yang dirujuk sebagai naskah sumber penerjemahan, sesungguhnya teks-teks tersebut bukanlah ‘teks asli’, dalam arti: teks pertama yang berasal dari penulis pertamanya. Sebaliknya, teks-teks berbahasa Ibrani dan Yunani itu adalah hasil upaya para pakar yang telah bekerja keras menemukan kembali teks-teks yang diperhitungkan lebih dekat ke teks ‘asli’. Karena keterbatasan fasilitas penggandaan bahan pada waktu itu, maka teks-teks kuno itu disalin secara ‘tulis tangan’. Setiap teks kuno mempunyai banyak salinan, bahkan salinan dari salinan.
Kita perlu ingat bahwa bahasa asli Injil tidak mungkin berbahasa Yunani. Karena Injil itu diturunkan oleh Allah kepada Nabi Isa untuk diberitakan kepada orang Israel dalam bahasa Yahudi (Ibrani dan Aram).
Dan diantara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga. Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah: 78-79)
Pada zaman itu (kuno), pekerjaan menyalin seperti itu dilakukan oleh penulis professional yang tentu saja diberi upah. Karena saat itu, banyak diantara mereka yang buta huruf. Pada kemudian hari (abad pertengahan), pekerjaan tersebut dilakukan oleh para biarawan. Menyalin, ketika itu, bukanlah pekerjaan yang mudah, mengingat fasilitas penunjang, seperti alat penerangan, meja dan kursi kerja, juga sangat terbatas. Dalam situasi yang sangat tidak menunjang seperti itu, sekalipun barangkali sudah berjuang secara maksimal supaya tidak melakukan kesalahan dalam proses penyalinan, tetap saja yang namanya kekeliruan itu bisa terjadi, sengaja atau tidak. Kekeliruan sengaja terjadi ketika misalnya ketika penyalin bertemu dengan kata atau huruf yang tidak jelas lalu ia harus mengambil keputusan sendiri kira-kira apa sebetulnya kata atau huruf itu. Kekeliruan tidak sengaja terjadi, minsalnya, ketika penyalin secara tidak sadar melewatkan satu huruf, kata, atau bahkan satu frasa. Naskah-naskah salinan yang demikian terbawa terus dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Jika mengingat situasi ini, maka tidak mengherankan jika ditemukan ketidaksamaan antara salinan yang satu dengan salinan yang lainnya untuk satu bagian Alkitab yang sama.
Menurut catatan, untuk naskah-naskah (salinan kitab-kitab) Perjanjian Baru saja, didapati sekitar 250.000 kasus. Dalam bahasa teknisnya, perbedaan seperti ini disebut ‘variants’. Nah, dalam studi naskah kitab suci, dari variants ini diupayakan untuk mencaritahu kira-kira dalam teks aslinya varian mana yang memang ditemukan.
Dengan tehnik kira-kira dan menduga-duga berdasarkan sumber-sumber yang tidak jelas kredibelitasnya, dapatkah kita katakan bahwa Alkitab saat ini adalah suci dari kesalahan? Nyatanya, Alkitab, yang merupakan karangan manusia, disalin oleh manusia, tidaklah suci.
Kalau pun ditemukan kata yang tepat dengan teks aslinya, tetap saja, teks asli tersebut bukanlah teks pertama, melainkan salinan dari salinan. Salinan dari manuskrip apa? Salinan dari manuskrip yang tentu saja dikarang oleh manusia.
Naskah yang ditulis itu bukanlah Taurat, Zabur atau pun Injil yang asli. Tetapi naskah dari Injil menurut fulan, Taurat dan Zabur yang ditulis pada masa pengasingan.
Jauh berbeda dengan Al-Qur`an yang dijaga dengan tehnik hafalan. Nabi mengajarkan kepada shahabat, shahabat meneruskannya kepada shahabat yang jauh, shahabat meneruskannya kepada tabi’in, tabi’in meneruskannya kepada tabi’it tabi’in, tabi’it tabi’in mengajarkannya kepada generasi selanjutnya, dst.
Al-Qur`an telah dijaga sejak zaman Nabi Muhammad dengan tehnik hafalan, tidak semata-mata melalui tulisan. Sedangkan Injil, setelah nabi Isa diangkat ke langit, entah siapa yang menghafalnya. Dengan kekuasaan apa pula para murid itu menghancurkan naskah-naskah palsu karangan manusia yang dianggap sebagai Injil? Tidak ada. Mereak tidak sanggup mencegah peredaran injil-injil karangan manusia tersebut.
Al-Qur`an dijaga sejak zaman Nabi oleh sebagian besar kaum Muslimin. Dijaga keasliannya dalam komunitas yang terpercaya dan punya otoritas untuk melindungi Al-Qur`an dari naskah-naskah palsu.
Sedangkan Taurat, Zabur, dan Injil, semua itu lenyap setelah Nabi Musa dan nabi Daud wafat serta nabi Isa diangkat ke langit. Hal itu disebabkan tidak adanya otoritas terpercaya yang dapat menjaganya. Lalu bagaimana Alkitab yang original itu akan tetap ada hingga saat ini? Akuilah bahwa kita tidak lagi memiliki kitab-kitab asli dari Taurat, Zabur dan Injil.
Selasa, 06 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar