Bahagia saat berbuka puasa di bulan Ramadhan
Waktu berbuka adalah saat yang penuh bahagia, waktu yang selalu dinanti-nanti oleh orang yang sedang menjalankan ibadah puasa; terutama pada detik-detik menjelang berbuka, menjelang beduk berbunyi, rasanya sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata. Perasaan gembira dan bahagia memenuhi seluruh rongga, jiwa dan raga, dan ketika waktu berbuka tiba, semakin terasa kegembiraan dan kebahagiaan yang meliputi setiap jiwa. Perasaan itu pula yang digambarkan oleh Rasulullah saw bahwa orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan, seperti sabdanya:
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
“Orang yang berpuasa itu akan mendapat dua kegembiraan. Yang pertama gembira ketika berbuka, dan yang kedua gembira ketika berjumpa dengan Tuhannya di kemudian hari nanti.” (Bukhari dan Muslim).
Walaupun pada berbuka hanya dengan segelas air putih, akan tetapi terasa begitu nikmat ketika meminumnya. Bahkan lebih nikmat bila dibandingkan dengan meminum segelas kopi susu atau teh manis bagi orang yang tidak puasa. Bagaimanakah caranya agar orang yang berpuasa mendapat dua kebahagiaan sekaligus, seperti yang disebutkan oleh Rasulullah serta mendapatkan nikmat sehat dan bugar setelah puasa? Mari ikuti beberapa tips berikut!!
1. Awali dengan doa
Setidaknya ketika akan berbuka bacalah bismillah. Dan akan lebih bagus lagi, diiringi dengan doa. umpamanya doa sebagai berikut:
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ، ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu kami beriman, dan karena rezki-Mu aku berbuka, telah hilang rasa haus dan urat – urat telah basah serta pahala telah ditetapkan, insya Allah”
Para ulama hadits memang memposisikannya sebagai hadits mursal karena Mu’adz bin Zuhrah adalah seorang tabiin bukan seorang sahabat, jadi ada sanadnya yang terputus antara sahabat dan tabiin sehingga haditsnya dikategorikan daif.
Namun ibrah yang ingin kita ambil di sini adalah bahwa hal-hal yang berkaitan dengan fadhail a’mal (keutamaan perbuatan), termasuk di dalamnya masalah doa yang dibolehkan untuk membacanya dengan bahasa apa saja walaupun tidak ma’tsur (sesuai dengan bacaan Rasulullah saw), karena Allah maha mengetahui maksud dan keinginan dari hamba-hamba-Nya pada saat berdoa.
Dan akan bertambah bagus lagi, setelah berbuka, dan setiap selesai makan, membaca doa sebagai berikut:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَجَعَلَنَا مُسْلِمِينَ
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan dan minum kepada kami. Dan jadikanlah kami dari golongan orang-orang yang muslim –yang bersyukur-” (Abu Daud)
2. Menyegerakan berbuka
Maksud dari menyegerakan berbuka disini bukan berarti berbuka sebelum waktunya, tetapi ketika tiba waktunya langsung berbuka. Jangan menunda dengan mengerjakan shalat Maghrib terlebih dahulu baru berbuka. Sebab yang demikian itu tidak akan menambah pahala. Berbukalah terlebih dahulu dengan memakan beberapa buah kurma atau seteguk air putih. Dan yang demikian itu yang disebut dengan ta’jil puasa (menyegerakan buka puasa), yang hukumnya adalah sunah.
Menyegerakan berbuka menghasilkan kebaikan. Seperti yang disebutkan dalam hadits nabi saw bahwa beliau bersabda:
لَا يَزَالُ الدِّينُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ
“Agama ini akan terus jaya di muka bumi selama manusia menyegerakan berbuka puasa”. (Abu Daud; Isnadnya shahih)
Dan menyegerakan berbuka merupakan perbuatan yang sangat dicintai Allah. Seperti yang disampaikan oleh nabi saw dalam sabdanya:
ثَلاثَةٌ يُحِبُّهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ تَعْجِيلُ الْفِطْرِ وَتَأْخِيرُ السُّحُورِ وَضَرْبُ الْيَدَيْنِ أَحَدِهِمَا بِالأُخْرَى فِي الصَّلاةِ
“Tiga perkara yang sangat dicintai Allah: menyegerakan buka, mengakhirkan sahur, meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dalam shalat.” (HR Thabrani).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menyegerakan berbuka puasa yakni membangun perilaku bahkan budaya tepat waktu. Dengan budaya tepat waktu maka akan diperoleh manfaat yang berlipat ketimbang menunda-nunda. Budaya tepat waktu berarti disitu ada kedisiplinan dan komitmen tinggi. Seharusnya makna ini juga dapat kita ambil dari ibadah shalat, mengeluarkan zakat-infak-sedekah, dan pergi haji.
3. Berbuka dengan makanan atau minuman yang manis-manis
Yaitu berbuka dengan ruthab (kurma basah) atau tamar (kurma kering), atau jika tidak ada dengan segelas susu, air putih atau minuman yang manis-manis. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Jabir berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
“Bahwa Rasulullah saw selalu berbuka dengan beberapa ruthab sebelum melakukan shalat, jika tidak ada ruthab maka dengan beberapa buah tamr, dan jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air putih”. (Abu Daud dan Ahmad)
4. Berbuka dengan makanan secukupnya
Rasulullah dalam setiap berbuka atau makan sehari-hari memang tidak pernah terlalu kenyang. Bahkan tidak sampai kenyang. Kurang lebih 2/3 dari perut itu yang diisi, dan 1/3 lagi dikosongkan. Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah dalam salah satu haditsnya, bahwa beliau tidak makan sebelum lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Yang lebih penting untuk diperhatikan dalam berpuasa ini bukan sekadar mengosongkan perut, tapi waktu mengisinya kembali yaitu waktu berbuka perlu diperhatikan; yaitu berlebihan atau kekenyangan ketika menyantap makanan setelah puasa. Hal ini sejalan dengan firman Allah:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan makan dan minumlah kamu, akan tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.” (Al-A’raf:31)
5. Memberi makan berbuka kepada sesama
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Bulan di mana amal ibadah dilipatgandakan pahalanya. Sebagaimana sebaik-baik sedekah adalah pada bulan Ramadhan. Seperti yang disabdakan oleh nabi saw:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الصَّوْمِ أَفْضَلُ بَعْدَ رَمَضَانَ فَقَالَ شَعْبَانُ لِتَعْظِيمِ رَمَضَانَ قِيلَ فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ صَدَقَةٌ فِي رَمَضَانَ
“Dari Anas berkata; nabi saw ditanya: manakah puasa yang paling utama setelah bulan Ramadhan? Beliau bersabda: puasa bulan Sya’ban untuk memuliakan bulan Ramadhan. Kemudian dikatakan lagi: Manakah sedekah yang paling utama? Beliau bersabda: sedekah pada bulan Ramadhan”. (Tirmidzi).
Di antara sedekah yang dapat mendatangkan pahala besar adalah memberi makan berbuka kepada orang yang berpuasa. Hal ini dijelaskan oleh Nabi saw dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Zaid bin Khalid yang artinya:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barangsiapa yang memberikan makan berbuka kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala sebagaimana yang diperoleh orang yang mengerjakannya dengan tidak dikurangi sedikit pun ganjaran bagi orang yang berpuasa.” (Tirmidzi)
Sabtu, 21 Agustus 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar